Siapa yang tidak terbuai oleh rayuan sang kandidat saat musim kampanye? Janji-janji bak madu terus mengalir, memikat hati rakyat dengan impian kemakmuran dan kemajuan. Namun, begitu terpilih dan duduk di singgasana kekuasaan, realita yang terjadi sungguh berbeda.
Menuju Pemilu 2024, mesin politik mulai dipanaskan. Berbagai pihak gencar melakukan konsolidasi dengan mengadakan safari politik ke berbagai daerah. Masing-masing pihak menyusun strategi khusus untuk memikat hati rakyat. Selain menawarkan janji-janji manis dalam kampanye, mereka juga mengemas diri dengan slogan-slogan menarik. Misalnya, ada yang mengklaim dirinya sebagai representasi rakyat kecil dengan menamakan diri “Partai Wong Cilik”. Namun, tak jarang janji-janji tersebut hanya sebatas retorika kosong belaka.
Begitu terpilih, realitas yang dialami rakyat justru berbanding terbalik dengan apa yang dijanjikan. Mengingat saat beliau berjanji akan menciptakan lapangan kerja baru. Retorika itu membuahkan tepuk tangan gegap gempita dari para pendukung. Nyatanya, angka pengangguran justru meningkat tajam.
Ingatan kita juga masih segar dengan komitmen memerangi korupsi yang disampaikan dalam kampanye. Sungguh, pidato beliau saat itu begitu menyentuh hati masyarakat. Sayangnya, upaya pemberantasan korupsi itu terkesan setengah hati. Bukti nyatanya, kasus dugaan korupsi justru bermunculan di lingkaran terdekat petinggi pemerintahan.
Sudah terlalu lama korupsi menghantui bangsa ini. Praktik tercela ini telah merenggut banyak sumber daya negara yang seharusnya digunakan untuk membangun dan mensejahterakan rakyat. Angka kerugian negara akibat korupsi mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Uang sebesar itu seharusnya bisa membangun ribuan kilometer jalan, membangun fasilitas pendidikan dan kesehatan yang layak, atau membantu mengentaskan kemiskinan.
Namun, uang itu justru raib dan menghilang untuk kepentingan segelintir orang yang rakus dan tamak. Jangan dilupakan pula janji untuk memberantas kemiskinan hingga ke akar-akarnya yang digemborkan saat berkampanye. Faktanya, angka kemiskinan terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan muncul pertanyaan, apakah definisi akar kemiskinan perlu dipertanyakan kembali, atau justru berakar pada perilaku koruptif para pejabat?
Tentu saja, ini bukan kali pertama rakyat dibohongi dengan janji-janji manis di musim kampanye. Namun, sepertinya kita terlalu sering jatuh ke lubang yang sama. Bukankah sudah waktunya kita lebih bijak dalam memilih pemimpin? Sebelum terbuai janji manis lagi, mungkin introspeksi dulu, sudahkah janji lama terealisasi?
Smoga pemimpin negeri ini dapat amanah sesuai dengan janji2'a.. aamiin..
ردحذفإرسال تعليق